visitors :

Sabtu, 17 Juli 2010

Melihat "Demi Masa" dalam Kehidupan Dunia Kita

Sebagian besar manusia lahir dalam kemampuan fisik dan ruhani yang sama. Karunia yang diberikan Allah S.W.T. kepada setiap manusia, hampir tak jauh beda dengan manusia lainnya. Jumlah tangan, jari jemari, penglihatan, syaraf, organ pencernaan, dan semua yang melekat di tubuhnya memiliki potensi yang sama. Begitu pula kondisi ruhaniah. Semua manusia, sejak lahir telah diberi potensi iman dan taat kepada Allah. Tak ada yang dibeda-bedakan satu dengan yang lain. Manusia lahir dalam keadaan bersih seperti gelas yang kosong.

Setelah lahir itulah kita jalani kehidupan dunia. Mengikuti titian ruang dan waktu. Saat itulah manusia mulai meretas diri menjadi manusia "berbeda" dengan yang lain. Pada masa-masa awwal, proses pembedaan muncul secara alamiah karena masing-masing bayi yang baru lahir berada di lingkungan yang berbeda. Ibunya berbeda. Ayahnya berbeda. Makanan yang dimakan juga berbeda. Maka kondisi kesehatan, penanaman sifat yang masuk ke alam bawah sadar, dan perilaku yang muncul akhirnya menjadi berbeda-beda.

Pada usia berikutnya, faktor "pengaruh" yang menyebabkan perbedaan semakin kompleks. Sekolah, guru, teman, tontonan, dan lain sebagainya saling berebut mempengaruhi diri kita. Pada usia kanak-kanak itu, kita punya banyak pilihan. Mau tidak mau kita harus mengikuti program yang sudah disusun oleh orang tua kita.

Baru pada masa berikutnya ketika beranjak dewasa, kita punya pilihan-pilihan. Masing-masing pribadi memiliki cara dan perilaku yang berbeda dalam mengisi waktunya. Setiap individu mengambil pilihan aktivitas. Bekerja, belajar, membaca, menganggur, hura-hura, dan lain sebagainya. Setiap hari secara sadar atau tidak sadar, mereka sedang mempola keadaan fisik dan ruhaniahnya. Entah itu positif atau negatif. Semuanya berjalan di jalur yang sudah dibuatnya sendiri. Kelak, jalur itulah yang mengantarkan dirinya menjadi manusia hari ini.

Maka muncullah hari ini jenis manusia pintar, manusia bijaksana, manusia pemimpin, manusia kaya, manusia sehat, atau manusia bahagia. Waktulah atau jelasnya cara mereka mengisi waktu yang telah membuat mereka menjadi seperti ini. Sebaliknya, waktu jualah yang menjadikan munculnya jenis manusia bodoh, manusia pencuri, manusia maksiat, manusia sakit, atau manusia ketakutan. Waktu yang dimilikinya telanjur mereka isi dengan kelalaian, sehingga warna dan baunya akan terus tampak hingga hari ini.

Kita menjadi manusia hari ini adalah hasil dari apa yang kita isikan di waktu yang lalu. Kita dan masa lalu adalah mata rantai yang tak terpisahkan. Oleh karenanya, untuk masa yang akan datang penting untuk kita sadari, bahwa "waktu" yang kita miliki hari ini akan menentukan masa depan kita akan menjadi seperti apa.

Sesungguhnya pribadi mukmin, pasti sangat paham dengan pentingnya memanfaatkan waktu tersebut. Bagi mereka yang sering berinteraksi dengan Al-Qur'an, akan terlihat jelas bagaimana Allah S.W.T. begitu sering mengingatkan kita terhadap pentingnya "waktu". Dalam surat Al-Lail ayat 1-2, Al Fajr ayat 1-2, Ad-Dhuha ayat 1-2, dan Al'Ashr ayat 1-2, Allah berkenan mengambil sumpah atas nama waktu. Menurut para Mufassirin (ahli tafsir), apabila Allah bersumpah dengan sesuatu dari ciptaan-Nya, maka artinya hal itu adalah pesan agar manusia memberikan perhatian besar kepada sesuatu tersebut.

Sehingga demikian, tak dibenarkan seorang mukmin menyia-nyiakan waktunya. Tak ada alasan seorang mukmin melakukan pekerjaan-pekerjaan tak berguna apalagi
bermalas-malasan. Karena ketahuilah, sang waktu akan terus membawa tabiatnya tanpa peduli pada apa yang kita isikan kepadanya. Sehingga sering dikatakan, "waktu ibarat pedang, bila tak engkau gunakan ia untuk membunuh, maka dialah yang akan membunuhmu".

Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ada tiga tabiat waktu.
Pertama, ia cepat habis. Menyimpulkan apakah waktu berjalan cepat atau lambat memang relatif. Bagi orang yang sedang menunggu dan tak punya aktivitas apa-apa pasti waktu akan terasa berjalan amat lambat. Begitu sebaliknya, bagi yang sibuk beraktivitas, baik urusan dunia dan akhiratnya, pasti waktu terasa sangat cepat. Namun, dalam definisi waktu yang lebih luas, dalam hubungannya dengan kehidupan di bumi, dalam kaitannya dengan usia, atau dengan pertanyaan bilakah masanya akhir hayat, maka kita semua akan jelas lebih mengatakan bahwa ia terasa cepat habis.

Cobalah renungkan, misalkan usia kita saat ini 30 tahun, jawablah dengan jujur, terasa lama atau cepatkah Anda menjadi umur 30 tahun seperti sekarang ini? Terasa sebentar, bukan? Rasanya baru kemarin lulus kuliah, rasanya baru kemarin berpakaian SMA, rasanya baru kemarin bermain dengan teman-teman kecil sebaya, dan seterusnya.

Maka untuk menuju 30 tahun ke depan, yaitu usia 60 tahun, pastinya juga akan kita alami dengan begitu cepat. Oleh karena itu, waktu tak pernah memberi kesempatan kita untuk berleha-leha. Sebentar lagi sudah tua, sementara ajal terus mendekati kita.

Kedua, waktu yang habis tak akan dapat diganti. Maka apabila kita keliru dalam mengisi waktu, rugilah, karena ia tak akan pernah terulang lagi. Rosulullah juga bersabda, “Gunakanlah yang lima sebelum datang yang lima: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa kosongmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR Al-Hakim; sanadnya shahih)

Ketiga, waktu adalah modal terbaik bagi manusia. Oleh karena waktu cepat habis dan tidak akan pernah kembali, maka ia membawa tabiat yang ketiga, yaitu menjadi modal terbaik bagi manusia. Entah itu sebagai modal dalam urusan akhiratnya, maupun dalam urusan dunianya.

Waktu adalah modal sesunggunya dalam kesuksesan hidup kita. Waktulah yang menjadi wadah dalam mengoptimalkan produktivitas dan menggerakkan segala potensi diri kita. Sedangkan modal harta atau besarnya tenaga, bila ditarik ke pangkalnya, maka sebenarnya itu adalah akibat dari kesuksesan dalam mengelola modal waktu.

MANAJEMEN WAKTU
Sebagaimana pengertian “Manajemen” itu sendiri, maka manajemen waktu ialah meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu. Setidaknya bisa ditarik tiga alat ukur kesuksesan menajemen waktu :
1. Memiliki Tujuan.
Setiap waktu yang kita isi, harus memiliki tujuan yang jelas, baik untuk kebaikan akhirat ataupun kebaikan dunia kita. Menatapkan hasil akhir yang ingin diraih dimasa yang akan datang membuat kita bersemangat mengisi waktu dengan aktivitas-aktivitas produktif.

Mereka yang menganggur dan banyak melakukkan perbuatan sia-sia, disebabkan mereka tak jelas atau tak serius terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dalam detik yang berlalu, dalam kedipan mata yang terlewat, dalam bersamaan orang-orang lain yang bergerak, justru tak ada yang berubah pada dirinya, baik dalam hal akhirat maupun dunianya. Pada akhirat dia tak terlalu berharap dan yakin, pada urusan “perlombaan” di dunia dia seolah sudah berputus asa. Kalah saingan. Padahal kalau dia seorang muslim, harusnya dia paham bahwa Islam paling keras terhadap orang-orang yang terbawa keputusasaan. Allah ta’ala berfirman “jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf : 87)

Mengisi waktu dengan tujuan yang jelas juga akan memberikan kita arah yang tepat mengenai tahapan-tahapan karya yang akan kita lakukan. Sehingga waktu akan termanfaatkan secara efektif.

2. Menentukan Prioritas
Keberhasilan menajemen waktu, juga dapat diindikasikan lewat kecakapan menentukan prioritas kerja. Setiap kita punya banyak pekerjaan. Ada banyak karya yang harus kita selesaikan. Baik itu dalam hubungan kita sebagai Hamba Allah, ayah atau ibu dari anak-anak kita, karyawan di tempat kerja, dan sebagai bagian anggota masyarakat.

Islam mengajarkan kita tentang pentingnya menentukan prioritas. Maka muncullah hukum wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Hukum yang bersifat wajib dan haram, menjadi prioritas utama yang harus dikerjakan dan ditinggalkan. Baru sesudah itu sunnah dan makruh menjadi perhatian berikutnya untuk dilakukan dan ditinggalkan. Dan mubah menjadi prioritas perhatian terakhir.

Nah, terhadap pekerjaan dan tanggungjawab yang menumpuk, kita harus sanggup menentukan skala prioritas. Banyak orang yang gagal dalam hidupnya, baik di keluarga ataupun tempat kerja, hanya karena tidak pandai menentukan prioritas yang akan dilakukan.

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi ukuran penentuan prioritas. Pertama, tentukan diantara pekerjaan-pekerjaan itu dimana yang termasuk keinginan dan mana pula yang termasuk kebutuhan. Kebutuhan harus menjadi prioritas di atas keinginan. Kedua, bedakan pekerjaan yang harus diselesaikan waktu itu juga dan tidak bisa dikerjakan di waktu lain dengan pekerjaan fleksibel yang bisa dilakukan di waktu lain. Terakhir, yang ketiga, pilihlah pekerjaan yang berdampak besar pada keberhasilan anda, baik untuk dunia maupun akhirat. Jangan terlalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan kecil yang menghabiskan energi dan pikiran. Isilah “waktu” dengan melakukan sesuatu yang besar, maka kelak sang waktu juga akan memberikan sesuatu yang besar untuk Anda.

3. Menambah Kapasitas
Tolak ukur kesuksesan manajemen waktu juga dilihat dari kemampuan memanfaatkan waktu untuk menambah kapasitas diri. Sadarilah, dunia ini terus berkembang. Setiap menit, puluhan bahkan ratusan buku terbit di dunia ini. Setiap waktu ada pertemuan-pertemuan, muncul ide baru, muncul inovasi, setiap saat milyaran manusia di bumi ini banyak yang meraih impiannya. Maka tak semestinya kita hanya diam dan menjadi penonton saja. Bersamaan dengan perkembangan dunia saat ini, kita harus mengimbanginya dengan pertambahan kapasitas diri. Sekali kita lalai memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kapasitas diri, berarti kita tertinggal beberapa jarak dari orang lain yang sedang belajar.

Fokuslah untuk menambah kapasitas diri. Jangan terlalu memperhatikan “apa yang ingin dimiliki”. Suatu saat ketika kapasitas diri itu penuh, maka “apa yang ingin dimiliki” itu akan datang dengan sendiri. Ketika kapasitas diri sudah penuh, tak perlu kesana-kemari “menjajakan diri”. Orang-orang disekitar kitalah yang akan mencium aroma harum pada diri kita dan pasti berebut “membeli” diri kita.

Teruslah menambah kapasitas diri dengan ilmu. Karena ilmu akan membawa kita kepada keahlian. Dan keahlian akan mengantarkan kita menjadi manusia profesional. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Allah menyukai sikap yang membaikkan (profesional) apabila salah seorang diantara kalian mengerjakan suatu amal perbuatan (HR. Baihaqi, Abu Ya’la dan Ibnu Asakir)
Wallahu A’lam Bisshowab...

[ Dikutip dari Majalah Nurul Hayat Edisi 69 dengan pengubahan ]

Tidak ada komentar: